Syi'ir Padang Bulan
(Habib Luthfi)
Allohumma Sholli wa Sallim 'alaa sayyidinaa wa maulanaa Muhammadin
'Adada maa fii 'ilmillahi Sholatan daaimatan bidawaami mulkillaahi
Padang bulan, padange kaya rina
'Adada maa fii 'ilmillahi Sholatan daaimatan bidawaami mulkillaahi
Padang bulan, padange kaya rina
Rembulane sing ngawe-awe
Ngelingake aja turu sore
Kene tak critani Kanggo sebo mengko sore
Lamun wong tuwa, lamun wong tuwa keliru mimpine
Ngalamat bakal, ngalamat bakal getun mburine
Wong tuwa loro kondur ing ngarsa pengiran
Anak putune rame-rame rebutan warisan
Wong tuwa loro ing njero kubur anyandhang susah
Sebab mirsani Putra putrine ora ngibadah
Wong tuwa loro ing njero kubur anyandhang susah
Sebab mirsani putra putrine dha pecah belah
Kang den arep-arep yaiku turune
rohmat
Jebul kang teka, jebul kang teka nambahi fitnah
Iki dina aja lali lunga ngaji
Takon marang kyai guru kang pinuji
Enggal sira ora gampang kebujuk syetan
Insya Allah kita menang lan kabejan
Jaman kepungkur ana jaman jaman buntutan
Esuk-esuk rame rame luru ramalan
Gambar kucing dikira gambar macan
Bengi diputer, bengi diputer metu wong edan
Kurang puas kurang puas luru ramalan
Wong ora waras, wong ora waras dadi takonan
Kang ditakoni ngguyu cekaka'an
Jebul kang takon, jebul kang takon wis ketularan.
RINGKASAN
Ing syi’ir menika nyritaake kahanan kang asring
kadadian, kayata akeh wong sing padha seneng rame rebutan warisan nalika wong
tuwa lorone kondur ing ngarsa pengiran. Sabenere wong tuwa mau padha susah
nalika ana ing jero kubur, sebab ngerti yen putra-putrine ing donya padha pecah
belah ora gelem rukun lan padha ora gelem ngibadah marang Gusti. Mula sing
dikarepake wong tuwa mau yaiku turune rohmat saking Allah SWT lantaran dongane
saka anak putune, nanging ora rahmat sing tumurun, malah nambahi fitnah.
Jaman kepungkur uga akeh luru ramalan rana-rene, mung
pengin supaya cepet sugih tanpa kerja. Malah nganti ana wong ora waras uga dadi
takonan. Lakon kaya mau iku mung nuruti hawa nafsu, ora gelem ikhtiar apa meneh
donga marang Gusti ingkang Maha Agung. Mula sangka iku padha lungaa ngaji,
golek kyai utawa guru kang pinuji, yaiku sae tata kramane. Supaya ora gampang
kabujuk syetan.
ULASAN
Dari syi’ir di atas yang berjudul “Syi’ir Padang
Bulan” merupakan karya dari Habib Luthfi, Pekalongan. Beliau
dilahirkan di Pekalongan pada hari Senin, pagi tanggal 27 Rajab tahun 1367 H.
Bertepatan tanggal 10 November, tahun 1947 M. Beliau adalah seorang habaib atau waliyullah yang mempunyai banyak santri
di pondok pesantren Al-Hidayah di Pekalongan. Isi dari syi’ir beliau merupakan
tuntunan ajaran, juga sebagai peringatan kepada umat muslim pada umumnya,
supaya selalu ingat pada perintah Allah dan menjauhi larangan dari Allah SWT.
Dalam era moderenisasi dan globalisasi sekaarang ini, banyak perilaku manusia
yang menyimpang terhadap peraturan agama, khususnya agama Islam. Maka dari itu
Habib Luthfi menulis syi’ir padang bulan untuk mengajak kaum muslim supaya
mengaji dan menuntut ilmu walaupun sampai malam hari, beliau juga berpesan agar
tidak kebanyakan tidur. Seperti yang tertuang pada bait pertama : “Padang
bulan, padange kaya rina. Rembulane sing ngawe-awe. Ngelingake aja turu sore.
Kene tak critani Kanggo sebo mengko sore”. Karena di waktu malam hari merupakan
waktu yang penuh rahmat dari Allah SWT. Nabi agung Muhammad SAW juga pernah
berkata, supaya memperbanyak mengingat Allah dan beribadah di waktu malam dan
mengurangi waktu untuk tidur.
Zaman sekarang, ketika kedua orang tua telah meninggal
dunia, banyak anak dan cucunya yang lalai untuk mendoakan orang tuanya yang ada
di alam kuburnya, melainkan ribut memperebutkan. Di dalam kubur yang diharapkan
orang tua dari sang anak dan cucu adalah doa, supaya mendapatkan rahmat dari
Allah SWT. Tetapi karena perilaku dari anak cucunya tadi yang didapat bukannya
rahmat, melainkan fitnah dan siksa. Sungguh miris jika itu terjadi kepada kedua
orang tua kita. Hal ini merupakan suatu peringattan kepada kita semua agar
tidak mementingkan kesenangan di dunia saja dengan mengejar harta yang
sebenarnya tidak bisa kita bawa nanti ketika sudah meninggal. Karena ketika
kita meninggal nanti yang kita bawa hanya kain putih yang membungkus tubuh kita
dan amal ibadah yang kita lakukan selama hidup di dunia yang menyertai kita.
Habib Luthfi juga berpesan lewat syi’ir diatas, yaitu
pada bait ke-4 yang berbunyi : “Iki dina aja lali lunga ngaji, takon marang
kyai guru kang pinuji, enggal sira ora gampang kebujuk syetan, insya Allah kita
menang lan kabejan”. Yang dimaksud pada bait tersebut yaitu kita sebagai umat
muslim dianjurkan supaya mencari guru yang baik budi pekertinya, taat dan taqwa
kepada Allah SWT. Karena di zaman sekarang ini banyak orang yang salah dalam
mencari guru untuk dijadikan panutan. Banyak yang mengaku sebagai orang alim,
selalu berpenampilan seperti kyai, tetapi perilakunya tidak bisa menjadi
panutan bagi orang lain. Hal tersebut merupakan tipu daya setan untuk
menjerumuskan kita kepada hal yang buruk. Untuk itu janganlah asal memilih
dalam menentukan guru atau kyai untuk dijadikan sebagai anutan agar kita
menjadi orang yang beruntung dikelak kemudian hari.
Banyak orang yang menginginkan kesuksesan secara
instan, denagan cara apapun ditempuh untuk mendapatkan yang diinginkan. Bahkan
sampai keluar dari jalan Allah SWT yaitu dengan membeli nomor togel. Untuk
mendapatkan nomor tersebut mereka rela mendatangi tempat-tempat yang dianggap syakral
dan mistis. Tak cukup di tempat-tempat yang mistis, orang gila pun mereka
percayai untuk ditanyai. Hal tersebut menunjukkan bahwa mereka tidak mensyukuri
atas rizki yang diberikan oleh Allah dan sudah tidak percaya dengan Allah SWT.
Sesungguhnya Allah sudah mengatur rizki makhlunya dengan adil, dan Allah akan
mengubah keadaan makhluknya jika makhluknya tadi berusaha dengan keras, tetapi
tetap berada di jalan yang ditentukan Allah SWT.
Dari syi’ir di atas kita banyak mendapatkan
pembelajaran dan peringatan, supaya hidup kita kedepannya akan menjadi lebih
baik. Supaya menghindari sifat-sifat yang tadi. Jika melantunkan atau
mendengarkan syi’ir ini dan dihayati dengan seksama hati pun akan tersentuh,
bahkan akan menangis dengan sendirinya.
Pada
saat ini, syi’ir padang bulan telah berkumandang diberbagai daerah. Setiap ada
acara maulid Nabi Muhammad SAW sering dilantunkan. Hal tersebut sangat positif
dalam mensyiarkan agama islam. Bahasanya yang tidak terlalu sulit untuk
dipahami membantu kita untuk mengangan-angan inti apa yang terkandung dalam
syi’ir padang bulan tersebut.~ Cesc_AS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar