Sabtu, 24 Mei 2014

Laporan Penelitian




PERGESERAN NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI “ONCORAN DI MALAM TAKBIR IDHUL ADHA” DI DESA BANDUNGREJO, KECAMATAN KALNYAMATAN, JEPARA
Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Menulis Karya Ilmiah
Dosen Pengampu : Bambang Indiatmoko



Oleh:
Anzar Subagas
2601411124
Rombel 01



FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013

Bab I
Penahuluan
1.1 Latar Belakang
Setiap masyarakat di suatu daerah mempunyai kebudayaan. Kebudayaan itu sendiri semakin bertambah pesat dan menunjukkan kompleksitasnya serta bersifat dinamis. Pada hakekatnya kebudayaan mengalami realisasi dari gagasan, simbol-simbol yang ada dalam suatu masyarakat sebagai hasil karya dari perilaku manusia. Kebudayaan juga dianggap sebagai simbol dari makna dan fungsinya, khususnya bagi masyarakat pendukungnya.
Masyarakat merupakan tempat tumbuh dan berkembangnya suatu tradisi. Tradisi dapat diartikan dengan pewarisan atau penerusan norma-norma, adat istiadat, kaidah, serta harta-harta. Tetapi tradisi tersebut bukanlah suatu yang tidak dapat diubah. Tradisi justru diperpadukan dengan aneka ragam perbuatan manusia dan diangkat dalam keseluruhannya. Manusialah yang membuat sesuai dengan tradisi itu, masyarakat bisa menerima, menolaknya, atau mengubahnya (Peursen, 1988:II). Menurut Koentjaraningrat tradisi sama dengan adat istiadat, konsep serta aturan yang mantap dan integrasi kuat dalam sistem budaya di suatu kebudayaan yang menata tindakan manusia dalam bidang sosial kebudayaan.
Tradisi yang dilakukan oleh masyarakat juga mengandung nilai-nilai seperti nilai ekonomi, moral, pendidikan, dan nilai agama. Pada dasarnya konsep nilai adalah idea atau konsep yang bersifat abstrak tentang apa yang dipikirkan seseorang atau dianggap penting oleh seseorang, biasanya mengacu kepada estetika (keindahan), etika pola perilaku dan logika benar salah kejadian justice.
Secara geografis kabupaten Jepara berbatasan dengan laut jawa disebelah barat, sebelah utara berbatasan dengan laut jawa, sebelah timur berbatasan dengan kudus dan pati, dan sebelah selatan berbatasan dengan kabupaten Demak. Kabupaten Jepara merupakan bagian dari wilayah karisidenan Pati. Luas wilayah keseluruhannya adalah 1.059,25 Km² yang terbagi menjadi 16 kecamatan dan 183 Desa.
Kecamatan Kalinyamatan merupakan satu dari 16 kecamatan yang ada di Kabupaten Jepara. Di kecamatan ini, tepatnya di Desa Bandungrejo, terdapat suatu tradisi oncoran di malam takbir idhul adha. Desa Bandungrejo merupakan desa yang sangat padat serta mempunyai sifat kepedulian dan kegotongroyongan yag tinggi. Kebanyakan masyarakatnya memiliki usaha konveksi. selain itu juga ada yang jadi pengrajin.
Tradisi oncoran malam takbir idhul adha sudah merupakan kegiatan tahunan yang di selenggarakan di desa Bandungrejo, dan itu sudah turun-temurun  dari dulu. Sekarang pun sudah menjadi lebih meriah karena sudah tergerus dalam era modernisasi.
Pada mulanya tradisi oncoran dilaksanakan dengan menggunakan alat yang seadanya, seperti bambu dan sumbu sebagai obor. Obor tadi dibawa mengelilingi desa dengan menyerukan takbir pada malam idhul adha, dan itu bertujuan untuk saling mengakrabkan antar warga. Akan tetapi pada era modernisasi ini nilai keakraban itu sudah mulai bergeser, karena tradisi itu sudah bertransformasi menjadi festival. Ketika dulu masih kental dengan nilai-nilai budaya dan pendidikannya, sekarang nilai-nilai itu bergeser. Nilai keakraban dan kebersamaan sekarang tergeser dengan persaingan.


1.2 Rumusan Masalah
Dalam penelitian tentang tradisi “Oncoran Di Malam Takbir Idhul Adha”  di Desa Bandungrejo pembatasan masalah mengacu pada:
1.      Bagaimana bentuk  tradisi “Oncoran Di Malam Takbir Idhul Adha” yang ada pada masyarakat Bandungrejo?
2.      Bagaimana pergeseran makna nilai pendidikan masyarakat pada tradisi “Oncoran Di Malam Takbir Idhul Adha” di Desa Bandungrejo?
1.3  Tujuan Pembahasan
Tujuan pembahasan dalam penelitian ini mengetahui bagaimana bentuk  tradisi “Oncoran Di Malam Takbir Idhul Adha” di Desa Bandungrejo dan pergeseran  makna nilai pendidikan masyarakat pada tradisi “Oncoran Di Malam Takbir Idhul Adha”.






  
Bab II
Pembahasan

2.1  Landasan Teori
Pengertian tradisi menurut KBBI adalah adat kebiasaan turun temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan dalam masyarakat; penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan  yang paling baik dan benar.
Tradisi adalah kebiasaan turun-temurun sekelompok masyarakat berdasarkan nilai nilai budaya masyarakat yang bersangkutan (Esten, 19993:11). Sedangkan menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia (91990:4141) mendefinisikan tradisi sebagai kebiasaan yang diwariskan suatu generasi ke generasi berikutnya secara turun temurun, kebiasaan yang diwariskan mencakup berbagai nilai budaya, meliputi adat istiadat, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian dan sistem kepercayaan.
Menurut Pranowo (2002:8) yang dikutip oleh Nur Syam tradisi adalah suatu yang diwariskan atau ditranmisikan dari masa lalu ke masa kini. Sedangkan menurut Anton Rustanto tradisi adalah suatu perilaku yang lazim orang lakukan dalam sebuah tataran masyarakat tertentu secara turun menurun. Hal ini dilakukan karena sifat dari tradisi adalah kontinuitas, dilakukan terus menerus sesuai dengan apa yang dilakukan oleh para pendahulu mereka.
Oncoran, menurut kata dasarnya yaitu oncor yang berarti obor yang terbuat dari bambu. Tapi menurut istilah dari bahasa tradisional kota Surakarta, oncoran atau yang sering disebut takbiran adalah sekumpulan anak-anak yang bersama-sama jalan kaki mengumandangkan takbir berkeliling kampong dengan membawa oncor yang terdiri dari beberapa anggota kelompok sesuai dengan masjidnya.
2.2     Pembahasan
Tradisi “Oncoran Di Malam Takbir Idhul Adha” di desa Bandungrejo dilaksanakan setiap tanggal 9 Dzulhijjah. Peserta terdiri dari beberapa RT yang mempunyai nama masing-masing setiap RTnya, yaitu : Jobayan, Beyan, Parimono, Ngasem, Keceh, Kerdan, Nggintungan, Karangkemasan, Poseret, Ngetuk, Kauman, Baleromo.
Prosesi tradisi “Oncoran Di Malam Takbir Idhul Adha” dimulai dengan peserta berkumpul di depan Balai Desa setelah sholat maghrib. Setelah berkumpul semua, peserta membentuk barisan memanjang berdasarkan kelompok masing-masing, dan juga mendapatkan pengarahan dari panitia penyelenggara. Pukul 19.30 WIB, peserta melakukan start dari depan Balai Desa untuk berkeliling desa dengan rute jalan yang sudah ditentukan. Pada tradisi “Oncoran Di Malam Takbir Idhul Adha” tidak hanya menampilkan kreativitas dan kekompakan dalam memegang obor dengan berkeliling desa, melainkan dengan menyerukan takbir dengan semangat dan kekompakan kelompok.
Selesai mengelilingi desa, peserta menuju garis finis di depan Balai Desa lagi. Setelah itu dipersilahkan untuk istirahat dan menunggu pengumuman dari dewan juri untuk mengumumkan pemenang dalam acara tersebut. 
 Acara yang dimaksudkan untuk memeriahkan malam takbiran di hari raya idhul adha memiliki tujuan, yaitu menjaga kelestarian tradisi lokal, mengingat semakin hari semakin tipis dari keimanan dan kesadaran melestarikan budaya lokal akibat terpaan arus globalisasi yang kencang di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat. Acara ini diikuti oleh setiap RT yang ada di desa Bandungrejo.
Pada tradisi “Oncoran Di Malam Takbir Idhul Adha”, awalnya mempunyai esensi yang sangat baik dalam nilai pendidikannya. Karena dalam tradisi itu mengajarkan baaimana pentingnya nilai kerjasama, gotong royong, kekompakan dan saling menghormati antar warga masyarakat.
Ketika tradisi itu dijadikan sebagai ajang festival dan hadiahnya pun bisa dijadikan acuan untuk bersaing antar kelompok, nilai-nilai luhur yang baik itu telah bergeser menjadi persaingan yang mengarah pada anggapan bahwa kelompok lain itu lawan. Persaingan itu menjadikan nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam tradisi “Oncoran Di Malam Takbir Idhul Adha” tidak dianggap penting lagi. “Kami mempersiapkan semua ini dengan menghabiskan uang yang banyak. Kami ingin menang dalam acara ini, hadiah nggak jadi masalah, yang penting Parimono bisa juara”. Ucap dari salah satu peserta. Hal ini menunjukkan bahwa nilai-nilai esensi dalam tradisi itu sudah tidak dihiraukan lagi, mereka sudah tertutup dengan gengsi masing-masing yang ingin menang dan dikenal di masyarakat.
Lebih disayangkan lagi para peserta melakukan berbagai cara untuk memenangkan acara tersebut. Bahkan dengan mengeluarkan uang berjutaan pun mereka lakukan. Hal itu menunjukkan nilai-nilai tradisi yang sudah bergeser ke modernisasi, yang dulunya mengajarkan untuk kesederhanaan sekarang berubah menjadi suatu yang mewah.
Tradisi yang dulunya mempunyai esensi yang mengajarkan nilai-nilai pendidikan yang luhur seperti kesederhanaan, kekeluargaan, kegotong-royongan dan juga kekompakan sekarang bergeser kea rah modernisasi yang meningggalkan nilai-nilai tersebut.



Bab III
Metode Penelitian

3.1 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis dengan teknik survai, pengamatan, dan wawancara. Metode deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terdapat sewaktu penelitian dilakukan di daerah objek kajian. Jadi, penelitian ini bersifat kualitatif atau naturalistik. Metode ini dilakukan untuk memperoleh gambaran yang sejelas-jelasnya tentang tradisi oncoran di malam takbir idhul adha masyarakat Bandungrejo Kalinyamatan Jepara, dan selanjutnya dilakukan analisis terhadap tradisi lisan tersebut. Menurut Nasution (2002: 5) penelitian kualitatif pada hakikatnya ialah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya.
3.2  Sumber Data
Data dalam penelitian ini adalah tradisi oncoran di malam takbir idhul adha masyarakat Bandungrejo Kalinyamatan Jepara yang berupa cerita lisan. Sedangkan yang menjadi sumber datanya adalah penutur dari tradisi oncoran di malam takbir idhul adha masyarakat Bandungrejo Kalinyamatan Jepara tersebut.
Menurut Bogdan dan S. K. Biklen (dalam Semi, 1990: 24) bahwa penelitian yang bersifat deskriptif artinya data terurai dalam bentuk kata-kata atau gambar-gambar, bukan dalam bentuk angka-angka. Data pada umumnya berupa pencatatan, foto-foto, rekaman, dokumen, memoranda atau catatan-catatan resmi lainnya.
Ada juga pendapat yang dikemukakan Lofland dan Lofland (dalam Moleong, 2004: 157) yang mengatakan bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata , dan tindakan , selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Berkaitan dengan hal itu pada bagian ini jenis datanya dibagi ke dalam kata-kata dan tindakan, sumber
data tertulis, foto, dan statistik.
Sebenarnya tambahan statistik dalam sumber data yang dikemu-kakan oleh Lofland dan Lofland di atas bukanlah data statistik yang begitu mendetail dan sejelas mungkin, akan tetapi hanya sebagai sumber data penunjang saja. Hal ini sesuai dengan pendapat Moleong et al . (2004: 163)  
“ … peneliti jangan terlalu banyak mendasarkan diri atas dasar data statistik, tetapi memanfaatkan data statistik itu hanya sebagai cara yang mengantar dan mengarahkannya pada kejadian dan peristiwa yang ditemukan dan dicari sendiri sesuai dengan masalah dan tujuan penelitiannya ”.
Keseluruhan sumber dan jenis data yang disampaikan di atas, pada dasarnya banyak bergantung pada peneliti untuk menjaringnya sehingga yang diharapkan itu saja yang dapat dijangkau. Dengan kata lain, peranan manusia sebagai alat atau instrumen penelitian besar sekali dalam penelitian kualitatif.


3.3 Informan Penelitian
Dalam penelitian ini, sebagai pendukung dan lengkapnya penelitian ini, peneliti juga mewawancarai beberapa pihak yang mempunyai keterkaitan dengan tradisi lisan ini, yaitu:
a. Tokoh masyarakat dan tokoh adat;
b. Pejabat yang berwenang di wilayah Bandungrejo;
c. Informan sekitar masyarakat Bandungrejo yang mengetahui tradisi tersebut;
Pihak-pihak yang disebutkan di atas adalah sebagai informan dalam penelitian ini, hal ini berguna supaya ada data tambahan tentang tradisi oncoran di malam takbir idhul adha yang diketahui oleh pihak-pihak tersebut. Mengapa demikian? Sebab data jangan hanya diperoleh dari pihak yang melakukan kegiatan tradisi ini saja.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
 Data dikumpulkan dengan cara survai, pengamatan di lokasi penelitian, dan mewawancarai penutur tradisi lisan randai dan pihak-pihak yang berkompeten terhadap tradisi ini. Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa kamera dan tape recorder (alat rekaman) dan  juga akan disertai dengan handycam untuk melihat secara jelas kegiatan para pelaku kegiatan tradisi oncoran di malam takbir idhul adha.
 Menurut Moleong (2004: 9): dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data utama. Hal itu dilakukan karena, jika memanfaatkan alat yang bukan manusia dan mempersiapkan dirinya terlebih dahulu sebagai yang lazim digunakan dalam penelitian klasik, maka sangat tidak mungkin untuk mengadakan penyesuaian terhadap kenyataan-kenyataan yang ada di lapangan. Oleh karena itu, pada waktu mengumpulkan data di lapangan, peneliti berperan serta pada situs penelitian dan mengikuti secara aktif kegiatan kemasyarakatan.
Begitu juga halnya dengan apa yang dikemukakan oleh Nasution (2002: 54) bahwa dalam penelitian naturalistik (kualitatif) peneliti sendirilah yang menjadi instrumen utama yang terjun ke lapangan serta berusaha sendiri mengumpulkan informasi melalui observasi atau wawancara. Ia mengobservasi apa adanya dalam kenyataan.
Data melalui observasi atau wawancara tidak segera dianggap mantap bila diperoleh hanya dari satu sumber. Data itu masih “lunak” dan tidak segera dipandang sebagai fakta “keras” yang tak dapat disangkal kebenarannya. Oleh sebab itu, setiap data perlu lagi dicek  dan dibandingkan dengan data yang diperoleh dari sumber lain. Dalam hal ini manusialah sebagai alat yang paling serasi.
Dapat disimpulkan dalam penelitian ini data dikumpulkan atau diperoleh dengan cara observasi, wawancara, dan kamera yang digunakan selama penelitian berlangsung.
3.5 Instrumen Penelitian
 Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri dengan pedoman wawancara yang menggunakan alat rekaman, baik berupa kamera maupun handycam. Pedoman lain adalah beberapa petunjuk yang mendukung penelitian ini yang berupa kisi-kisi analisis tradisi lisan.



DAFTAR PUSTAKA

Koentjaraningrat. 2002. Kebudayaan, Mentalis dan Pembangunan. Jakarta : PT Gramdia Pustaka Utama
Rohmah, Nur Alifa. 2009. Perubahan Tradisi ngemblok Pada Upacara Perkawinan Adat Jawa. Skripsi. Semarang: UNNES Press
Tim Penyusun. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Haviland, William A. 1999. Antropologi. Edisi Keempat, Jilid I. Jakarta: Penerbit Erlangga
Wagiran dan Mukh Doyin. 2012. Bahasa Indonesia, Pengantar Penulisan Karya Ilmiah. Semarang: Pusat Pengembangan MKU & MKDK LP3 Universitas Negeri Semarang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar