Rabu, 28 Mei 2014

Tradisi Kupatan


ABSTRAK
     
Tradisi kupatan (tradisi syawalan/ bada kupat) di Jepara merupakan tradisi yang selalu dilakukan oleh masyarakat Jepara pada sepekan setelah hari raya Idul Fitri atau pada tanggal 8 syawal di Pantai Kartini Jepara, dengan melarung kepala kerbau ke tengah lautan.  Maksud dari upacara pelarungan ini adalah sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada Allah, yang melimpahkan rizki dan keselamatan kepada warga masyarakat nelayan selama setahun dan berharap pula berkah untuk masa depan.Tujuan diadakannya Pesta Lomban ini sebagai bentuk nyata peran Pemerintah Kabupaten Jepara dalam melestarikan budaya lokal Jepara, dalam hal ini sekaligus event untuk mempromosikan potensi wisata Kabupaten Jepara khususnya wisata budaya yang dimiliki Kabupaten Jepara.










BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Setiap tradisi yang mampu bertahan lama, pastilah melalui proses evolusi kebudayaan yang panjang dan memiliki kesamaan akan historis. Evolusi yang diikuti akulturasi itu, pada akhirnya menimbulkan keselarasan dan kecocokan dengan masyarakat penganutnya. Begitu halnya dengan tradisi kupatan atau lomban di Jepara.
Jepara yang mayoritas penduduknya berprofesi sebagai nelayan memiliki tradisi warisan dari para leluhur yang hingga kini masih disakralkan, yaitu Tradisi Syawalan (kupatan) atau disebut juga Pesta Lomban. Pesta Lomban merupakan tradisi tahunan yang sakral bagi masyarakat Jepara. Mereka menganggap ritual tersebut sebagai penolak balak, dan bisa memberikan rasa aman dan nyaman dalam bekerja.
Pesta Lomban merupakan pesta masyarakat nelayan di wilayah Kabupaten Jepara dalam bentuk sedekah laut. Namun kini sudah menjadi milik keseluruhan masyarakat Jepara, bukan nelayan saja. Pesta ini merupakan puncak acara dari Pekan Syawalan yang diselenggarakan pada tanggal 8 syawal atau 1 minggu setelah hari Raya Idul Fitri yang dirayakan di banyak daerah di Jawa Tengah. Pusat perayaan ini berada di Pantai Kartini, Jepara, namun bisa juga disaksikan di Ujung Gelam, Pantai Koin, Karimunjawa, serta beberapa tempat yang di tentukan sebelumnya.
Tujuan diadakannya Pesta Lomban ini sebagai bentuk nyata peran Pemerintah Kabupaten Jepara dalam melestarikan budaya lokal Jepara, sebagai salah satu bentuk kearifan lokal Jepara sekaligus event untuk mempromosikan potensi wisata Kabupaten Jepara khususnya wisata budaya yang dimiliki Kabupaten Jepara.Tradisi ini biasa disebut dengan “Bada Kupat”. karena pada saat itu masyarakat Jepara merayakannya dengan memasak kupat (ketupat) dan lepet disertai rangkaian masakan lain seperti : opor ayam, rendang daging, sambal goreng, oseng-oseng dan lain-lain. Selain itu, sering pula disebut “ Pesta Lomban ” karena merupakan puncak  acara dari Pekan Syawalan . Pesta Lomban terdiri dari sedekah laut, festival kupat lepet, serta pesta Lomban itu sendiri.

1.2.Rumusan Masalah
1.      Apa makna tradisi kupatan (lomban) bagi masyarakat Jepara ?
1.3.Tujuan
1.      Untuk mengetahui makna apa yang terkandung dalam tradisi kupatan (Lomban) bagi masyarakat Jepara.

1.4.Metode
1.      Literatur yaitu dengan cara membaca buku referensi dan dengan cara mencari sumber-sumber di internet.



























BAB II
PEMBAHASAN

Istilah Lomban oleh sebagian masyarakat Jepara disebutkan dari kata “Lomba-lomba” yang berarti masyarakat nelayan masa itu bersenang-senang melaksanakan lomba-lomba laut yang seperti sekarang masih dilaksanakan setiap pesta Lomban, namun ada sebagian mengatakan bahwa kata-kata lomban berasal dari kata “Lelumban” atau brsenang-senang. Semuanya mempunyai makna yang sama yaitu merayakan hari raya dengan bersenang-senang setelah berpuasa Ramadhan sebulan penuh. Yang pasti, bada lomban merupakan momen bagi para nelayan untuk bersenang-senang dalam merayakan Idul Fitri setelah menunaikan puasa sebulan penuh. Tidak hanya para nelayan, anak-anak yang tinggal di sekitar pantai menyemarakkan pesta rakyat tersebut dengan memakai baju warna-warni.
Selain pesta lomban, juga biasa dikenal bada kupat. Kupat adalah makanan tradisional yang tidak asing lagi bagi masyarakat khususnya masyarakat Jawa Tengah . Secara harfiah, ketupat (kupat) merupakan jenis makanan yang dibuat dari pembungkus pelepah daun janur yang di dalamnya berisi beras yang sudah matang. Ketupat ini hanyalah merupakan bentuk simbolisasi yang bermakna hati putih yang dimiliki oleh seseorang yang kembali suci.
             Ketupat dalam bahasa Jawa berasal dari singkatan “Ngaku Lepat” yang berarti mengakui kesalahan. Maknanya, dengan tradisi ketupat diharapkan setiap orang mau mengakui kesalahan, sehingga memudahkan diri untuk memaafkan kesalahan orang lain. Singkatnya, semua dosa yang ada akan saling terlebur bersamaan dengan hari raya idul fitri. Selain itu ketupat mengandung empat makna yakni: lebar, lebur, luber dan labur. Lebar artinya luas, lebur artinya dosa atau kesalahan yang sudah diampuni, luber maknanya pemberian pahala yang berlebih, dan labur artinya wajah yang ceria. Secara keseluruhan bisa dimaknai sebagai suatu keadaan yang paling bahagia setelah segala dosa yang demikian besar diampuni untuk kembali menjadi orang yang suci dan bersih.
Bentuk ketupat yakni segiempat, menjdai simbol atau perwujudan cara pandang “kiblat papat lima pancer” yang menegaskan adanya hamonisasi dan keseimbangan alam. Empat arah mata angin utama yaitu timur, selatan, barat dan utara yang bertumpu pada satu pusat. Maknanya adalah bahwa dalam kehidupan ini, ke arah manapun manusia melangkah hendaknya tidak pernah melupakan pancer yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
Maksud dari upacara pelarungan ini adalah sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada Allah, yang melimpahkan rizki dan keselamatan kepada warga masyarakat nelayan selama setahun dan berharap pula berkah dan hidayahnya untuk masa depan. Selain itu pelarungan ditujukan sebagai salah satu bentuk rasa hormat kepada Yang Maha Penguasa ‘sing mbaurekso’ sebagai ruh para leluhur yang mereka percaya dapat menjaga dan melindunginya dari segala ancaman marabahaya dan mala petaka.                                         
Tradisi upacara yang masih bertahan dapat memberi gambaran bahwa masyarakat nelayan masih memegang teguh adat istiadat yang diwarisi secara turun-temurun. Kepercayaan terhadap leluhur, roh halus merupakan manifestasi keteguhan hati yang masih mengakar pada diri nelayan Jepara dalam hal nguri-uri kebudayaan leluhurnya
























BAB III
KESIMPULAN


Simpulan
Pesta Lomban merupakan tradisi yang sakral bagi masyarakat Jepara hingga sekarang ini. Pesta Lomban juga sering disebut bada kupat oleh masyarkat Jepara, karena dalam tradisi tersebut Kupat merupakan simbolisasi yang bermakna hati putih yang dimiliki oleh seseorang yang kembali suci. Makna dari tradisi yang dilaksanakan setiap satu tahun sekali ini adalah sebagai wujud syukur atas nikmat dan hidayah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan keselamatan dan keberkahan kepada para nelayan dalam pekerjaannya melaut. Selain itu pelarungan ditujukan sebagai salah satu bentuk rasa hormat kepada Yang Maha Penguasa ‘sing mbaurekso’ sebagai ruh para leluhur yang mereka percaya dapat menjaga dan melindunginya dari segala ancaman marabahaya dan mala petaka.





















DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.
http://sosbud.kompasiana.com/2013/08/15/makna-dibalik-tradisi-kupatan-584377.html







Tidak ada komentar:

Posting Komentar