PERGESERAN
NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI “ONCORAN
DI MALAM TAKBIR IDHUL ADHA” DI DESA BANDUNGREJO, KECAMATAN KALNYAMATAN,
JEPARA
Disusun untuk Memenuhi
Tugas Akhir Mata Kuliah Menulis Karya Ilmiah
Dosen Pengampu :
Bambang Indiatmoko
Oleh:
Anzar
Subagas
2601411124
Rombel
01
FAKULTAS
BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG
2013
Bab I
Penahuluan
1.1 Latar Belakang
Setiap
masyarakat di suatu daerah mempunyai kebudayaan. Kebudayaan itu sendiri semakin
bertambah pesat dan menunjukkan kompleksitasnya serta bersifat dinamis. Pada
hakekatnya kebudayaan mengalami realisasi dari gagasan, simbol-simbol yang ada
dalam suatu masyarakat sebagai hasil karya dari perilaku manusia. Kebudayaan
juga dianggap sebagai simbol dari makna dan fungsinya, khususnya bagi masyarakat
pendukungnya.
Masyarakat merupakan
tempat tumbuh dan berkembangnya suatu tradisi. Tradisi dapat diartikan dengan
pewarisan atau penerusan norma-norma, adat istiadat, kaidah, serta harta-harta.
Tetapi tradisi tersebut bukanlah suatu yang tidak dapat diubah. Tradisi justru
diperpadukan dengan aneka ragam perbuatan manusia dan diangkat dalam
keseluruhannya. Manusialah yang membuat sesuai dengan tradisi itu, masyarakat
bisa menerima, menolaknya, atau mengubahnya (Peursen, 1988:II). Menurut Koentjaraningrat
tradisi sama dengan adat istiadat, konsep serta aturan yang mantap dan
integrasi kuat dalam sistem budaya di suatu kebudayaan yang menata tindakan
manusia dalam bidang sosial kebudayaan.
Tradisi yang dilakukan
oleh masyarakat juga mengandung nilai-nilai seperti nilai ekonomi, moral,
pendidikan, dan nilai agama. Pada dasarnya konsep nilai adalah idea atau konsep
yang bersifat abstrak tentang apa yang dipikirkan seseorang atau dianggap
penting oleh seseorang, biasanya mengacu kepada estetika (keindahan), etika
pola perilaku dan logika benar salah kejadian justice.
Secara geografis
kabupaten Jepara berbatasan dengan laut jawa disebelah barat, sebelah utara
berbatasan dengan laut jawa, sebelah timur berbatasan dengan kudus dan pati,
dan sebelah selatan berbatasan dengan kabupaten Demak. Kabupaten Jepara
merupakan bagian dari wilayah karisidenan Pati. Luas wilayah keseluruhannya
adalah 1.059,25 Km² yang
terbagi menjadi 16 kecamatan dan 183 Desa.
Kecamatan
Kalinyamatan merupakan satu dari 16 kecamatan yang ada di Kabupaten Jepara. Di
kecamatan ini, tepatnya di Desa Bandungrejo, terdapat suatu tradisi oncoran di malam takbir idhul adha. Desa
Bandungrejo merupakan desa yang sangat padat serta mempunyai sifat kepedulian
dan kegotongroyongan yag tinggi. Kebanyakan masyarakatnya memiliki usaha
konveksi. selain itu juga ada yang jadi pengrajin.
Tradisi oncoran
malam takbir idhul adha sudah merupakan kegiatan tahunan yang di selenggarakan
di desa Bandungrejo, dan itu sudah turun-temurun dari dulu. Sekarang pun sudah menjadi lebih
meriah karena sudah tergerus dalam era modernisasi.
Pada mulanya
tradisi oncoran dilaksanakan dengan menggunakan alat yang seadanya, seperti
bambu dan sumbu sebagai obor. Obor tadi dibawa mengelilingi desa dengan
menyerukan takbir pada malam idhul adha, dan itu bertujuan untuk saling
mengakrabkan antar warga. Akan tetapi pada era modernisasi ini nilai keakraban
itu sudah mulai bergeser, karena tradisi itu sudah bertransformasi menjadi
festival. Ketika dulu masih kental dengan nilai-nilai budaya dan pendidikannya,
sekarang nilai-nilai itu bergeser. Nilai keakraban dan kebersamaan sekarang
tergeser dengan persaingan.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam
penelitian tentang tradisi “Oncoran Di
Malam Takbir Idhul Adha” di Desa Bandungrejo pembatasan masalah
mengacu pada:
1.
Bagaimana bentuk tradisi “Oncoran
Di Malam Takbir Idhul Adha” yang ada pada masyarakat Bandungrejo?
2.
Bagaimana pergeseran makna nilai pendidikan masyarakat pada
tradisi “Oncoran Di Malam Takbir Idhul
Adha” di Desa Bandungrejo?
1.3 Tujuan Pembahasan
Tujuan
pembahasan dalam penelitian ini mengetahui bagaimana bentuk tradisi “Oncoran
Di Malam Takbir Idhul Adha” di Desa Bandungrejo dan pergeseran makna nilai pendidikan masyarakat pada
tradisi “Oncoran Di Malam Takbir Idhul
Adha”.
Bab
II
Pembahasan
2.1 Landasan Teori
Pengertian tradisi
menurut KBBI adalah adat kebiasaan turun temurun (dari nenek moyang) yang masih
dijalankan dalam masyarakat; penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah
ada merupakan yang paling baik dan benar.
Tradisi adalah kebiasaan turun-temurun sekelompok
masyarakat berdasarkan nilai nilai budaya masyarakat yang bersangkutan (Esten,
19993:11). Sedangkan menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia (91990:4141)
mendefinisikan tradisi sebagai kebiasaan yang diwariskan suatu generasi ke
generasi berikutnya secara turun temurun, kebiasaan yang diwariskan mencakup
berbagai nilai budaya, meliputi adat istiadat, sistem pengetahuan, bahasa,
kesenian dan sistem kepercayaan.
Menurut Pranowo (2002:8) yang dikutip oleh Nur Syam
tradisi adalah suatu yang diwariskan atau ditranmisikan dari masa lalu ke masa
kini. Sedangkan menurut Anton Rustanto tradisi adalah suatu perilaku yang lazim
orang lakukan dalam sebuah tataran masyarakat tertentu secara turun menurun.
Hal ini dilakukan karena sifat dari tradisi adalah kontinuitas, dilakukan terus
menerus sesuai dengan apa yang dilakukan oleh para pendahulu mereka.
Oncoran, menurut kata dasarnya yaitu oncor yang
berarti obor yang terbuat dari bambu. Tapi menurut istilah dari bahasa
tradisional kota Surakarta, oncoran atau yang sering disebut takbiran adalah
sekumpulan anak-anak yang bersama-sama jalan kaki mengumandangkan takbir
berkeliling kampong dengan membawa oncor yang terdiri dari beberapa anggota
kelompok sesuai dengan masjidnya.
2.2 Pembahasan
Tradisi “Oncoran
Di Malam Takbir Idhul Adha” di
desa Bandungrejo dilaksanakan setiap tanggal 9 Dzulhijjah. Peserta terdiri dari
beberapa RT yang mempunyai nama masing-masing setiap RTnya, yaitu : Jobayan,
Beyan, Parimono, Ngasem, Keceh, Kerdan, Nggintungan, Karangkemasan, Poseret,
Ngetuk, Kauman, Baleromo.
Prosesi tradisi “Oncoran
Di Malam Takbir Idhul Adha”
dimulai dengan peserta berkumpul di depan Balai Desa setelah sholat maghrib.
Setelah berkumpul semua, peserta membentuk barisan memanjang berdasarkan
kelompok masing-masing, dan juga mendapatkan pengarahan dari panitia
penyelenggara. Pukul 19.30 WIB, peserta melakukan start dari depan Balai Desa
untuk berkeliling desa dengan rute jalan yang sudah ditentukan. Pada tradisi “Oncoran Di Malam Takbir Idhul Adha” tidak hanya menampilkan kreativitas dan kekompakan
dalam memegang obor dengan berkeliling desa, melainkan dengan menyerukan takbir
dengan semangat dan kekompakan kelompok.
Selesai mengelilingi desa, peserta menuju garis finis
di depan Balai Desa lagi. Setelah itu dipersilahkan untuk istirahat dan
menunggu pengumuman dari dewan juri untuk mengumumkan pemenang dalam acara
tersebut.
Acara yang
dimaksudkan untuk memeriahkan malam takbiran di hari raya idhul adha memiliki
tujuan, yaitu menjaga kelestarian tradisi lokal, mengingat semakin hari semakin
tipis dari keimanan dan kesadaran melestarikan budaya lokal akibat terpaan arus
globalisasi yang kencang di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat. Acara ini
diikuti oleh setiap RT yang ada di desa Bandungrejo.
Pada tradisi “Oncoran
Di Malam Takbir Idhul Adha”,
awalnya mempunyai esensi yang sangat baik dalam nilai pendidikannya. Karena
dalam tradisi itu mengajarkan baaimana pentingnya nilai kerjasama, gotong
royong, kekompakan dan saling menghormati antar warga masyarakat.
Ketika tradisi itu dijadikan sebagai ajang festival
dan hadiahnya pun bisa dijadikan acuan untuk bersaing antar kelompok,
nilai-nilai luhur yang baik itu telah bergeser menjadi persaingan yang mengarah
pada anggapan bahwa kelompok lain itu lawan. Persaingan itu menjadikan
nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam tradisi “Oncoran Di Malam Takbir Idhul Adha” tidak dianggap penting lagi. “Kami mempersiapkan
semua ini dengan menghabiskan uang yang banyak. Kami ingin menang dalam acara
ini, hadiah nggak jadi masalah, yang penting Parimono bisa juara”. Ucap dari
salah satu peserta. Hal ini menunjukkan bahwa nilai-nilai esensi dalam tradisi
itu sudah tidak dihiraukan lagi, mereka sudah tertutup dengan gengsi
masing-masing yang ingin menang dan dikenal di masyarakat.
Lebih disayangkan lagi para peserta melakukan berbagai
cara untuk memenangkan acara tersebut. Bahkan dengan mengeluarkan uang
berjutaan pun mereka lakukan. Hal itu menunjukkan nilai-nilai tradisi yang
sudah bergeser ke modernisasi, yang dulunya mengajarkan untuk kesederhanaan
sekarang berubah menjadi suatu yang mewah.
Tradisi yang dulunya mempunyai esensi yang mengajarkan
nilai-nilai pendidikan yang luhur seperti kesederhanaan, kekeluargaan,
kegotong-royongan dan juga kekompakan sekarang bergeser kea rah modernisasi
yang meningggalkan nilai-nilai tersebut.
Bab
III
Metode
Penelitian
3.1 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif analitis dengan teknik survai, pengamatan, dan wawancara. Metode deskriptif
digunakan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan suatu gejala, peristiwa,
kejadian yang terdapat sewaktu penelitian dilakukan di daerah objek kajian.
Jadi, penelitian ini bersifat kualitatif atau naturalistik. Metode ini
dilakukan untuk memperoleh gambaran yang sejelas-jelasnya tentang tradisi oncoran di malam takbir idhul adha masyarakat
Bandungrejo Kalinyamatan Jepara, dan selanjutnya dilakukan analisis terhadap tradisi
lisan tersebut. Menurut Nasution (2002: 5) penelitian kualitatif pada hakikatnya
ialah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha
memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya.
3.2 Sumber Data
Data dalam penelitian ini adalah tradisi oncoran di malam takbir idhul
adha masyarakat Bandungrejo Kalinyamatan Jepara yang berupa cerita lisan.
Sedangkan yang menjadi sumber datanya adalah penutur dari tradisi oncoran di malam takbir idhul adha masyarakat Bandungrejo
Kalinyamatan Jepara tersebut.
Menurut Bogdan dan S. K. Biklen
(dalam Semi, 1990: 24) bahwa penelitian yang bersifat deskriptif artinya data
terurai dalam bentuk kata-kata atau gambar-gambar, bukan dalam bentuk
angka-angka. Data pada umumnya berupa pencatatan, foto-foto, rekaman, dokumen,
memoranda atau catatan-catatan resmi lainnya.
Ada juga pendapat yang dikemukakan
Lofland dan Lofland (dalam Moleong, 2004: 157) yang mengatakan bahwa sumber
data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata , dan tindakan ,
selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Berkaitan dengan
hal itu pada bagian ini jenis datanya dibagi ke dalam kata-kata dan tindakan,
sumber
data tertulis, foto, dan statistik.
Sebenarnya tambahan statistik dalam
sumber data yang dikemu-kakan oleh Lofland dan Lofland di atas bukanlah data
statistik yang begitu mendetail dan sejelas mungkin, akan tetapi hanya sebagai
sumber data penunjang saja. Hal ini sesuai dengan pendapat Moleong et al .
(2004: 163)
“ … peneliti jangan terlalu banyak
mendasarkan diri atas dasar data statistik, tetapi memanfaatkan data statistik
itu hanya sebagai cara yang mengantar dan mengarahkannya pada kejadian dan
peristiwa yang ditemukan dan dicari sendiri sesuai dengan masalah dan tujuan
penelitiannya ”.
Keseluruhan sumber dan jenis data yang
disampaikan di atas, pada dasarnya banyak bergantung pada peneliti untuk
menjaringnya sehingga yang diharapkan itu saja yang dapat dijangkau. Dengan
kata lain, peranan manusia sebagai alat atau instrumen penelitian besar sekali
dalam penelitian kualitatif.
3.3 Informan Penelitian
Dalam penelitian ini, sebagai pendukung
dan lengkapnya penelitian ini, peneliti juga mewawancarai beberapa pihak yang
mempunyai keterkaitan dengan tradisi lisan ini, yaitu:
a. Tokoh masyarakat dan tokoh adat;
b. Pejabat yang berwenang di wilayah Bandungrejo;
c. Informan sekitar masyarakat Bandungrejo yang
mengetahui tradisi tersebut;
Pihak-pihak yang disebutkan di atas
adalah sebagai informan dalam penelitian ini, hal ini berguna supaya ada data
tambahan tentang tradisi oncoran di malam takbir idhul adha yang diketahui oleh
pihak-pihak tersebut. Mengapa demikian? Sebab data jangan hanya diperoleh dari
pihak yang melakukan kegiatan tradisi ini saja.
3.4 Teknik Pengumpulan
Data
Data dikumpulkan dengan cara survai,
pengamatan di lokasi penelitian, dan mewawancarai penutur tradisi lisan randai
dan pihak-pihak yang berkompeten terhadap tradisi ini. Alat yang digunakan
dalam penelitian ini berupa kamera dan tape recorder (alat rekaman) dan juga akan disertai dengan handycam untuk melihat
secara jelas kegiatan para pelaku kegiatan tradisi oncoran di malam takbir
idhul adha.
Menurut Moleong (2004: 9): dalam penelitian
kualitatif, peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat
pengumpul data utama. Hal itu dilakukan karena, jika memanfaatkan alat yang
bukan manusia dan mempersiapkan dirinya terlebih dahulu sebagai yang lazim digunakan
dalam penelitian klasik, maka sangat tidak mungkin untuk mengadakan penyesuaian
terhadap kenyataan-kenyataan yang ada di lapangan. Oleh karena itu, pada waktu
mengumpulkan data di lapangan, peneliti berperan serta pada situs penelitian
dan mengikuti secara aktif kegiatan kemasyarakatan.
Begitu juga halnya dengan apa yang
dikemukakan oleh Nasution (2002: 54) bahwa dalam penelitian naturalistik (kualitatif)
peneliti sendirilah yang menjadi instrumen utama yang terjun ke lapangan serta
berusaha sendiri mengumpulkan informasi melalui observasi atau wawancara. Ia mengobservasi
apa adanya dalam kenyataan.
Data melalui observasi atau wawancara
tidak segera dianggap mantap bila diperoleh hanya dari satu sumber. Data itu
masih “lunak” dan tidak segera dipandang sebagai fakta “keras” yang tak dapat
disangkal kebenarannya. Oleh sebab itu, setiap data perlu lagi dicek dan dibandingkan dengan data yang diperoleh dari
sumber lain. Dalam hal ini manusialah sebagai alat yang paling serasi.
Dapat disimpulkan dalam penelitian
ini data dikumpulkan atau diperoleh dengan cara observasi, wawancara, dan
kamera yang digunakan selama penelitian berlangsung.
3.5 Instrumen
Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti
sendiri dengan pedoman wawancara yang menggunakan alat rekaman, baik berupa
kamera maupun handycam. Pedoman lain adalah beberapa petunjuk yang mendukung
penelitian ini yang berupa kisi-kisi analisis tradisi lisan.
DAFTAR
PUSTAKA
Koentjaraningrat. 2002. Kebudayaan,
Mentalis dan Pembangunan. Jakarta : PT Gramdia Pustaka Utama
Rohmah,
Nur Alifa. 2009. Perubahan Tradisi ngemblok Pada Upacara Perkawinan Adat Jawa.
Skripsi. Semarang: UNNES Press
Tim Penyusun. 2002. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Haviland, William A.
1999. Antropologi. Edisi Keempat, Jilid I. Jakarta: Penerbit Erlangga
Wagiran dan Mukh Doyin. 2012. Bahasa
Indonesia, Pengantar Penulisan Karya Ilmiah. Semarang: Pusat Pengembangan MKU & MKDK LP3 Universitas
Negeri Semarang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar