Judul Buku : ALIRAN-ALIRAN LINGUISTIK
Pengarang : Abd. Syukur Ibrahim dkk.
Penerbit : Usaha Nasional Surabaya-Indonesia
PEMBUKAAN : ABAD XIX
Pada sekitar tahun 1900-an merupakan titik tolak
perubahan dalam sejarah linguistik modern. Secara garis besar linguistik pada
waktu itu baik yang berada di Eropa maupun yang berada di Amerika masing-masing
berdiri sendiri, serta mengalihkan orientasinya sehingga karya-karya linguistik
pada waktu itu berbeda jauh dibandingkan sekarang.
Perubahan orientasi yang terjadi pada waktu itu
adalah perubahan dari linguistik historis ke linguistik sinkronis.
·
Linguistik historis
(diakronis atau filologi) medominasi penelitian linguistik pada abad XIX yaitu
tentang penelitian sejarah bahasa, pencarian hubungan yang ada di antara
bahasa-bahasa tersebut, dan perekonstruksian bahasa-bahasa proto yang telah
menurunkan bahasa-bahasa yang ada sampai sekarang ini.
·
Linguistik sinkronis,
orientasi kajian bahasa berfokus pada analisis bahasa sebagai komunikasi yang
terdapat dalam masa tertentu tanpa memperhatikan kesejarahannya.
Perubahan perhatian dari filologi klasik ke
linguistik mula-mula terjadi di Jerman dan memang selama abad XIX linguistic
merupakan sasaran atau obyek bahasa Jerman. Kemudian kajian linguistik bahasa
Indo-Eropa (dalam bahasa Jerman disebut Indogermanisch) maju dengan baik
bersama-sama dengan gerakan intelektual dan artistik Jerman pada abad XVIII
akhir sampai pertengahan abad XIX yang disebut romantisme.
Ahli filsafat modern tentang ilmu, yaitu Thomas Khun
(1962) telah menciptakan istilah istilah paradigma untuk menyatakan bagaimana
dalam waktu tertentu berpikir tentang suatu masalah banyak dipengaruhi oleh
sistem ide-ide koherensi yang bertindak bukan sebagai ajaran teori ilmiah yang
disebutkan secara eksplesit, melainkan sebagai asumsi yang tidak tersurat
(implisit) tentang rentangan hipotesis yang dapat digunakan oleh ilmuan.
Dalam abad XIX ada dua paradigma ilmiah yang
terkenal :
- Fisika mekanis : segala gejala dapat dideskripsikan dalam hukum kekuatan dan gerak yang sederhana dan tertentu (deterministik).
- Teori biologi : mengenai evolusi yang melalui seleksi alamiah yang muncul dai minat yang tinggi dalam sejarah alam selama abad XVIII dan abad XIX.
Istilah
lautgesetz (hukum bunyi) pertama kali digunakan oleh Franz Bopp pada tahun
1824. Bopp juga menjelaskan apa yang disebut penjelasan mekanis, yaitu
pergantian antara vokal-vokal yang berbeda dalam paradigma morfologis yang
masih terlihat dengan jelas dalam konjugasi kata kerja bahasa Inggris seperti
“sing-song-sung” dengan menggunakan atau memakai “hukum gaya berat” sehubungan
dengan berat relatif dari suku kata yang berbeda.
Pemecahan oleh para ahli bahasa abad XIX ialah
menganggap bahasa sebagai tatanan alamiah setaraf dengan tanaman dan hewan.
Oleh karena itu Bopp (1827:1) menyatakan :
Bahasa
harus dianggap sebagai badan organis (organische naturkorper) yang terbentuk
sesuai dengan hukum, di dalamnya lengkap dengan prinsip-prinsip dalam kehidupan
yang berkembang dan berangsur-angsur mati, setelah tidak lagi dapat dipakai
dengan sendirinya lalu terbuang, terputus, atau salah pakai komponen atau
bentuk-bentuk yang sebenarnya penting tapi lama-lama menjadi tambahan-tambahan
yang tidak berarti.
- Pendapat yang serupa dinyatakan oleh August Pott beberapa tahun kemudian (1833 : XXVII) :
Bahasa ialah suatu perubahan keadaan yang konstan
selama hidupnya, seperti setiap bentuk organ (organische Naturgegenstand),
mempunyai masa berbiak dan masak, masa perkembangan maju dan surut, masa
permulaan, mundur, dan hilang secara berangsur-angsur.
- Pada awal abad XIX, sarjana-sarjana seperti Friedrich von Schlegel (1808: 28) dan Jacob Grimm (1819: XII) menyatakan bahwa disiplin ilmu yang dekat hubungannya dengan ilmu Tatabahasa Komparatif ialah Anatomi Komparatif.
Sejak 1000 tahun yang lalu, pendekatan historis
merupakan pendekatan umum dalam studi bahasa. Linguistik historis tampak
sebagai ilmu yang berada di tapal batas dimana kemajuan-kemajuan ilmiah yang
baru baru berpijak di atasnya. Ketika abad XIX hampir berakhir, karena beberapa
hal, harapan-harapan tersebut tidak dapat terpenuhi. Masalahnya ialah
berhubungan dengan keterarahan terhadap perubahan.
Pengertian bahwa bentuk-bentuk kehidupan yang
berbeda menempati kedudukan yang berbeda dalam tingkatan perkembangan tentu
saja merupakan cirri yang murni teori Darwin tentang keturunan dengan
modifikasi pengertian tersebut telah dikenal sejak Aristoteles, sebagai doktrin
filosofis dan teologis tentang rantai panjang makhluk yaitu suatu konsep yang
sangat berpengaruh pada abad XVIII. (Lovejoy, 1936).
Rask (1818: 35-36) berpendapat bahwa bahasa makin
sederhana selama dalam kurun waktu. Bahasa yang memiliki tatabahasa yang sangat
lengkap adalah bahasa yang paling murni, paling asli, tertua, dan paling dekat
dengan sumbernya, karena infleksi dan akhiran dalam tatabahasa terbuang dalam
perkembangan menjadi bahasa yang baru, karena untuk itu diperlukan waktu yang
lama, penyesuaian dengan penuturnya, berubah dan tersusun kembali. Karena
itulah bahasa Denmark lebih sederhana daripada bahasa Islandia, bahasa Inggris
lebih sederhana daripada bahasa Anglo Saxon, bahasa Yunani modern lebih
sederhana daripada bahasa Yunani klasik, bahasa Italia terhadap bahasa Latin, bahasa
Jerman terhadap bahasa Goth, dan kasus-kasus lain yang serupa.
fakta tentang
kasus-kasus yang dikemukakan di atas memang benar, tapi tidak jelas apakah
pendapat Rask tersebut dimaksudkan sebagai hipotesis yang kuat tentang
kasus-kasus perubahan bahasa yang mungkin terjadi dari pernyataan “berubah dan
tersusun kembali” di atas menunjukkan adanya kasus-kasus perubahan bahasa
menuju arah yang lebih kompleks. Bahasa dapat digolongkan menjadi sejumlah tipe
yang lebih kecil :
- Bahasa isolasi (isolating languages), dimana masing-masing kata dalam bahasa itu terdiri dari satu akar kata yang tidak berubah. Misalnya: bahasa Cina dan Vietnam).
- Bahasa aglutinasi (agglutinating languages), dimana kata-kata dalam bahasa itu terdiri dari akar kata dan imbuhan, tapi pemisahan antara akar dan imbuhannya cukup jelas. Misalnya: bahasa Turki kata sevisdrirlmek berarti “dijadikan mencintai satu sama lain”. Sev: cinta, -is-:berbalasan, -dir-: kausatif, -il-: pasif, dan -mek- : infinitive atau akar kata.
- Bahasa berinfleksi (inflecting languages), misalnya bahasa Sanskerta, Yunani Kuno, Latin, dan bahasa-bahasa lain yang menurut Rask dianggap cukup kompleks dimana suatu kata tunggal di dalam bahasa itu memiliki sejumlah satuan arti, namun tidak dapat digunakan untuk membedakan bagian-bagian dari seluruh kata. Jadi kata sim dalam bahasa latin misalnya adalah bentuk kata kerja “to be”, tapi kata tersebut tidak dipisah-pisahkan sehingga mempunyai arti untuk “be” “subjunctive”, untuk waktu “present” dan sebagainya.
August Schlegel membagi bahasa fleksi menjadi dua
bagian yaitu bahasa sintesis dan analisis. Yang pertama adalah bahasa infleksi
dalam arti yang sepenuhnya, sedangkan yang kedua meliputi sifat-sifat dari
bahasa isolasi (preposisi pada tempat akhiran, kata ganti subyek pada tempat
konjugasi kata kerja).
Alasan August von Schlegel menggunakan istilah
analisis dan bukan menyatakan bahwa bahasa-bahasa Roman pindah dari tipe
infleksi ke tipe isolasi ialah bersifat lebih aksiomatis karena unsur dari
ketiga tipe tadi merupakan bagian dari inti yang tidak berubah dari persediaan
bahasa (language stock), sehingga tidak ada satu pun bahasa yang berasal dari
bahasa Latin dapat terpisah.
Lyell mengungkapkan pandangannya tentang doktrin
keseragaman (uniformitarian) yaitu bahwa perubahan yang dibuatkan oleh
bukti-bukti geologis dihasilkan dari proses yang sama yang dapat kita amati yang
terjadi pada masa kita ini.
Scherer berpendapat tentang keseragaman
(uniformitarian) dalam linguistik :
Kita
tidak dapat menutup mata lebih lama lagi untuk menyadari bahwa perbedaan antara
evolusi dan pelapukan, atau antara alam dengan sejarah bahasa, mengarah pada
jalan yang salah. Untuk saya, saya hanya mengamati masalah evolusi dan sejarah.
Pada waktu itu para ahli bahasa mengambil pendekatan
metodologi yang umum bahwa harus diperlakukan menurut keadaan psikologis
individu penutur, dan tidak menurut Sprachgeist yang memiliki semacam
eksistensi di atas dan di bawah individu yang selanjutnya harus diperhatikan
bukti-bukti empiris yang mengarah kepenolakan terhadap pandangan yang mereka
tantang.
Herman Osthoff dan Karl Brugman berkeyakinan :
Bahwa
bahasa bukanlah suatu barang, yang berada di luar dan di atas manusia dan
memiliki jalan sendiri, tapi eksistensi yang sebenarnya berada pada diri
masing-masing individu manusia, sehingga perubahan yang terjadi padanya hanya
karena individu itu sendiri.
Herman Paul, dalam buku Prinzipien der
Sprachgeschichte menyatakan :
Semua
proses fisik terjadi pada pikiran masing-masing individu dan tidak pada tempat
lain. Bukan pula pikiran bangsa (Volkgeist) maupun unsur-unsur pikiran bangsa
seperti seni, agama, dan sebagainya, yang memiliki eksisitensi yang konkrit,
sehingga tak sesuatu pun yang terjadi di dalamnya atau diantaranya.
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa
bukanlah suatu teori linguistik yang diperlukan dengan observasi data yang kaku,
melainkan tentang perubahan secara umum dalam konsepsi sifat-sifat gejala
sosial. Bagi Herman Paul linguistic adalah ilmu sejarah, dan bukan sains.
Bagi Schleicher, bahasa dapat disamakan dengan suatu
spesies dalam biologi sehingga suatu idiolek dalam bahasa dapat disamakan
dengan suatu anggota dari spesies tadi. Beberapa sarjana (terutama, seperti
Hugo Schuchardt, yang banyak menangani bahasa Romans daripada bahasa Jermania)
membantah bahwa perubahan bunyi tidak harus dijelaskan dengan hukum, tapi berdasarkan
cita rasa atau mode dalam wicara, dengan kesimpulan bahwa perubahan semacam itu
akan tersebar dimana-mana pada setiap
pewicara dan kata demi kata, perubahan seperti ini bukan perubahan tiba-tiba
melalui badan . tetapi, walaupun pandangan ini tampaknya dapat dipercaya secara
apriori yang digunakan oleh aliran neolinguis dari italia, pendapat tersebut
tidak pernah mendapat perhatian yang serius dari para ahli bahasa historis
Jerman ataupun Amerika.
Teori substrata bila sekelompok orang menggunakan suatu
bahasa baru (misalnya dari penakluknya), mereka akan mengucapkan ucapan yang
baru. Misalnya perubahan vokal yang besar-besaran dalam bahasa inggris yang
terjadi antara abad XV dan abad XVIII (rangkaian perubahan bunyi yang
menyebabkan adanya ucapan vokal bahasa Inggris modern bertentangan dengan yang
terdapat dalam bahasa Eropa Daratan), yang dapat dijelaskan dengan teori
substrata.
Grimm menjelaskan hukum yang menggunakan namanya
menurut psikologi bahasa Jerman: Dari suatu sudut, bagi saya perubahan bunyi
seperti kebiadaban dan ketidakmampuan pada peradaban, yang dihindari oleh
bangsa-bangsa yang hidup damai, tapi berhubungan dengan kemajuan dan perjuangan
yang besar dari bangsa jerman untuk kebebasan yang memberi warna bagi abad
pertengahan dan yang menuju ke perubahan di Eropa (1848 : 417). Kekaisaran
Romawi kehilangan kekuatannya setelah akhir abad pertama dan bangsa jerman yang
tak terkalahkan menjadi makin sadar akan ketidakmampuannya untuk menaklukkan
Eropa. Bagaimana mobilisasi sekuat itu dapat gagal untuk mengingatkan bahasanya
pada waktu yang sama, mendesaknya dari kebiasaan lamanya? Tidaklah terdapat
kebanggaan dalam menggunakan bunyi stop tak bersuara dari yang bersuara dan
bunyi frikatif dari bunyi stop tak bersuara? (1848 : 437).
Banyak para ahli yang semasa dengan grimm dapat
menerima penjelasan ini, yang kadang-kadang masih dapat ditemukan pernyataan
serupa itu sekarang, tapi sebagian besar para ahli tidak sependapat. Sebagian
dari perubahan-perubahan yang sama yang menurut Grimm dianggap sebagai gejala
keberanian dan kekuatun dibahas oleh Karl Mullenhoff yang menyatakan bahwa
perubahan tersebut adalah kemalasan atau kelemahan, sedang penelitian
berikutnya menyatakan tidak ada korelasi empiris antara perubahan bunyi
tertentu dengan cirri-ciri psikologi yang tertentu pula.
SAUSSURE : BAHASA
SEBAGAI FAKTA
Menjelang akhir abad XIX, rupanya semuanya tampak
baik untuk waktu itu, dan sebagian masih tetap meyakinkan untuk masa sekarang,
persamaan bahasa dengan biologi telah banyak ditolak. Hal ini menimbulkan
kesulitan pemahaman bahasa sebagai suatu disiplin akademis. Analogi linguistik
terhadap individu biologi adalah idiolek, dan ini hampir semua, bila
keseluruhannya, sama seperti abstraksi dari konsep yang luas tentang bahasa.
Mongin Ferdinand de Saussure, nama lengkapnya,
dilahirkan di Jenewa pada tahun 1857, anak keluarga kaum Huguenot yang pindah
dari Lorraine selama perang agama di Perancis akhir abad XVI. Dia adalah orang
yang menjawab pertanyaan “Bagaimanakah pengertian wujud yang disebut bahasa
atau dialek yang mendasari realita yang dapat dirasakan daripada ujaran-ujaran
tertentu. Saussure mendapat didikan sebagai ahli bahasa kuno, dan berhasil
ketika masih berusia muda menerbitkan buku yang berjudul Memoire sur lesysteme
primitif des voyelles dans les langues indo-europeennes (1878). Buku tersebut
merupakan salah satu dasar rekonstruksi bahasa Proto Indo-Eropa.
Pada akhir tahun 1906 ia diminta untuk mengambil
alih tanggungjawab dalam memberikan kuliah tentang linguistik umum dan sejarah
serta perbandingan bahasa-bahasa Indo-Eropa dari seorang sarjana yang telah
berhenti dari dinasnya selama 30 tahun. Setelah Saussure meninggal tanpa pernah
menerbitkan bahan teori yang ia ajarkan saat kuliah, ada dus orang rekannya,
Charles Bally dan Albert Sechehaye memutuskan untuk menyusun bahan-bahan tadi
dari catatan kuliah yang ditinggalkan Saussure. Buku yang mereka hasilkan yaitu
berjudul Cours de linguistique gererale (Saussure 1916) merupakan suatu media
yang dapat digunakan oleh sarjana di dunia untuk memahami pemikiran Saussure,
dan karena dokumen inilah Saussure dikenal sebagai bapak ahli linguistik abad
XX.
Jenis penerbitan linguistik yang banyak dikenal oleh
mahasiswa Saussure adalah suatu ide yang menganalisis suatu bentuk atau suatu
rentangan bentuk yang terdapat dalam suatu bahasa dengan menelusuri tingkatan
yang melalui tingkatan itu bahasa-bahasa tersebut mencapai keadaan seperti yang
ada sekarang.
Orang yang mendeskripsikan bahasa dari luar, dari
pihak pengamat, dapat menggunakan pendekatan diakronis ataupun sinkronis, tapi
bagi yang memandangnya dari dalam, seperti yang dilakukan oleh pemakainy, harus
mendeskripsikan sebagai etat de langue yaitu suatu kondisi bahasa dengan tidak
ada pengembangan menurut dimensi waktu. Linguistik historis sangat sederhana,
bahkan kejadia kebahasaan yang satu dapat terpisah dari yang lain. Sebaliknya,
linguistik sinkronis lebih serius dalam membahas peristiwa kebahasaan, karena
tidak menyajikan peristiwa-peristiwa yang terpisah, kejadian kebahasaan dapat
merupakan etat de langue yang sudah lengkap dengan sendirinya ataupun tidak
sama sekali.
Yang dimaksudkan oleh Saussure dengan etat de langue
untuk menyebut linguistik sinkronis yang sistematis ialah demikian. Kita
ibaratkan permainan catur dan kita pertimbangkan masalah untuk menggambarkan
posisi permainan yang terjadi. Bila kita ingin melihat letak buah catur dan
situasi pituasi pemain secara analitis, kita tidak akan melihat biji-biji
caturnya secara terpisah. Raja pihak hitam dapat saja berada pada posisi yang
baik bagi pihak hitam, tapi bagi pihak putih mungkin sukar atau tidak
menguntungkan. Oleh karena itu, nilai buah catur yang ada pada saat itu
tergantung pada peranannya terhadap buah catur yang lain, memindahkan satu biji
tidak hanya mengubah potensi biji itu saja melainkan menentukan seluruh
rangkaian hubungan antar biji yang ada. Hal yang sama terjadi juga dalam
bahasa.
Suatu bahasa terdiri dari satu perangkat tanda, yang
masing-masing merupakan kesatuan dari significant (penanda atau bagian bunyi
ujaran) dengan signifie (tertanda atau bagian arti); masing-masing tanda
tersebut tidak dapat dipisahkan, karena ucapan ataupun artinya ditentukan oleh
perbedaan dengan tanda-tanda di dalam sistemnya. Tanpa sistem yang ada dalam
suatu bahasa, kita tidak mempunyai landasan untuk membicarakan bunyi atau
konsep.
Alasan Saussure berpendapat bahwa linguistik
diakronis tidak memiliki ciri sistematis ini ialah ia membuat bahasa faktual mengenai teknik deskriptif daripada linguistik
historis yang diketahuinya. Menurut linguistik historis, misalnya bunyi [ a ]
berubah menjadi bunyi [ e ] dalam bahasa X dalam masa tertentu, para ahli
linguistik historis tidak mementingkan apakah bahasa X tersebut telah memiliki
bunyi [ e ] tadi sebelumnya. Masalah ini bagi Saussure dianggap penting. Bila
sebelumnya tidak ada bunyi [ e ], maka yang terjadi ialah salah satu bunyi
bahasa X itu telah berubah ucapannya, yang akhirnya menyebabkan perubahan sama
sekali.
Saussure mempunyai pendapat perubahan bunyi secara
historis dalam suatu pengertian bahwa itu merupakan sistem yang secara
intrinsik berdiri sendiri. Suatu bentuk perubahan yang sering terjadi ialah
hilangnya konsonan dalam posisi akhir. Sebagai contoh, dua perubahan dalam
bahasa Inggris: dalam satu hal ada penghilangan bunyi labiodental frikatif /f v/ pada posisi akhir. Beberapa kelompok
kata (misalnya leaf, leave, lee) akhirnya dapat menjadi homofon, tapi sebagian besar
ambigu yang terjadi dapat dicari penyelesaiannya menurut konteksnya dan
tampaknya perubahan itu tidak menyebabkan perubahan lain dalam sistemnya.
Wujud suatu bahasa menurut Saussure adalah contoh
suatu wujud yang menurut para ahli sosiologi tertentu disebut “fakta-fakta
sosial.” Emile Durkheim merupakan pendiri sosiologi sebagai suatu cabang ilmu
yang bersifat empiris. Durkheim mengemukakan istilah “fakta sosial” itu dalam
bukunya Rules of Sociological Method (1895). Menurut dia, tugas sosiologi
adalah mempelajari dan mendeskripsikan suatu kelompok fenomena yang berbeda
sama sekali baik terhadap fenomena dunia secara fisik maupun fenomena yang
berhubungan dengan psikologi walaupun sama kenyataannya seperti kategori
fenomena yang lain. Menurut Durkheim, fakta-fakta sosial adalah gagasan-gagasan
dalam kesadaran kolektif dari suatu masyarakat. Kesadaran kolektif suatu
masyarakat adalah sesuta yang terdapat di luar diri masing-masing anggota
masyarakat, dan ide-idenya tercermin secara tidak langsung dalam pemikiran
orang-orang yang membentuk masyarakat itu.
Data yang dapat diamati oleh ahli bahasa jelas
merupakan gejala fisik , urutan bunyi, huruf-huruf yang tertulis, dan
lain-lain. Tetapi kita harus membedakan antara fakta fisik yang dapat diamati
atau dirasakan, yang oleh Saussure disebut parole dan sistem yang umum yang
disebut langue. Data konkrit untuk parole dihasilkan oleh setiap individu
pewicara, tetapi bahasa tidak akan sempurna dalam kolektivitas.
Dalam satu hal mungkin judul buku ini: Schools of
linguistics kurang cocok dalam hubungannya dengan isi bab ini, karena Saussure
bukanlah bapak aliran linguistik diantara sekian banyak aliran, dengan melihat
makna linguistik sinkronis sebagai suatu sistem yang unsure-unsurnya ditentukan
oleh perbedaan-perbedaan, tentunya benar kalau kita mengatakan bahwa kita
sekarang adalah pengikut Saussure. Paling tidak orang membantah bahwa pengaruh
Saussure hanya kuat di Eropa saja daripada di Amerika. Karena itulah mengapa
ahli bahasa Amerika yang lain yang lebih banyak tertarik dengan masalah
hubungan sintagmatik (cara-cara unit linguistik dapat digantungkan menjadi bentukan
yang lebih panjang), sedangkan ahli bahasa dari Eropa memusatkan perhatiannya
pada hubungan paradigmatik (yaitu hubungan antara unsur-unsur yang dapat
menggantikan kedudukan yang lain dari “slot” yang sama dalam suatu susunan
linguistik). Pendapat Saussure bahwa suatu unsur linguistik bergantung pada
unsur lain, yang perbedaannya memaksa seseorang untuk memikirkan hubungan
paradigmatiknya; kata highhandedness berbeda dengan arrogance hanya karena satu
kata saja yang dapat menggantikan tempat kosong dari lingkungannya dalam
kalimat I don’t like his (dimana sebaliknya, kata high-hendedness dan never
tidak dapat menggantikan satu dengan yang lain dalam lingkungan kata kerja, dan
dengan sendirinya tidak ada hubungan bahwa arti kata high-hendedness bergantung
pada kata never atau sebaliknya).
Pada dasawarsa terakhir dan selanjutnya pendekatan
Saussure menjadi suatu bahan pembicaraan yang hangat karena adanya pendapat
yang dilontarkan Noam Chomsky. Salah satu ciri atau isi yang paling berpengaruh
dari pendekatan Chomsky terhadap bahasa ialah perbedaan yang dibuatnya antara
competence dan perfomence, suatu perbedaan yang mengingatkan antara langue
dengan parole menurut Saussure. Menurut Chomsky dan seperti pendahulu-pendahulu
dari amerika, idiolek masing-masing individu ialah yang utama. Bahasa suatu
lingkungan yang lebih luas atau bangsa merupakan konsep yang kedua, suatu cara
yang lebih mudah untuk competence linguistik individu yang jumlahnya besar dan
serupa kecuali untuk hal-hal kecil.
Ahli filsafat Hilary Putnam mengemukakan pendapat bahwa deskripsi bahasa
tidak hanya masalah rasa melainkan juga struktur semantis yang harus dianggap
sebagai faktor social dan bukan faktor psikologis. Semantic adalah suatu bab
yang menuntut kita mengembangkan pikiran kalau kita perlu mengatakan apa pun
yang berarti.
Masih ada lagi permasalahan lebih lanjut tentang
perbedaan antara parole dengan langue, dan dalam hal ini posisi Saussure sulit
dipertahankan. Kumpulan unit yang mempunyai arti yang sekarang kita sebut
morfem, walaupun Saussure tidak menamakannya demikian, dengan nilai yang
ditentukan oleh perbedaan dalam paradigmatiknya berarti sistem yang oleh
Saussure disebut langue. Tapi bila kita berbicara, kita mengamati morfem-morfem
itu dalam urutan: kata, frase, dan kalimat. Sementara masyarakat linguistik
memungkinkan penuturnya mengetahui sistem morfem yang berbeda, tampaknya kita
hampir tidak dapat mengira bahwa masyarakat dapat membuat sistem kalimat yang
berbeda; kalimat-kalimat dalam suatu bahasa tidak membentuk perangkat yang
terbatas (seperti kosakata dan morfem), melainkan terdapat kemungkinan yang
tidak terbatas dan masing-masing penutur biasanya membuat/ menciptakan urutan
yang baru dari persediaan morfem yang sudah siap setiap kali ia berbicara, dan
tidak memilih salah satu morfem dari serentang kalimat yang diberikan
sebelumnya. Jadi bagi Saussure tampak bahwa pembentukan kalimat (sintaks)
merupakan bidang parole dan bukan langue, dan oleh karena itu bukan bidangnya
linguistik.
Penguasaan Saussure mengenai sintaks terhadap parole
bukan terhadap langue dihubungkan dengan masalah struktur linguistik sebagai
fakta sosial dan bukan fakta psikologi. Karena Saussure menganggap bahasa
sebagai faktor yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat, maka bahasa
dianggapnya sebagai suatu sistem tanda dan bukan sistem kalimat. Kalimat
merupakan wujud dalam penggunaan bahasa oleh penuturnya secara individu, karena
itu merupakan masalah parole dan bukan langue. Sebaliknya, karena Saussure
berpendapat bahwa bahasa adalah sistem tanda, ia harus berfikir menurut bidang
sosiologi
ALIRAN DESKRIPTIF
Franz Boas dilahirkan di Westphalia, dia memulai
karir akademisnya sebagai mahasiswa fisika dan geografi, dan memulai bidang
yang kedua itulah ia memasukkan bidang antropologi. Kunci dasar pemikiran Boas
terletak pada kesadarannya yang muncul dalam masa perjalanannya (ke Tanah
Baffin), yang berlawanan dengan apa yang dia dan para ahli lainnya duga.
Antropologi bukan merupakan cabang geografi, karena kebudayaan suatu masyarakat
bukan hanya satu fungsi keadaan material masyarakat itu, dan ilmu pengetahuan
tentang manusia sangat berbeda dengan ilmu pengetahuan alam baik dalam hal isi
maupun metodenya.
Aliran deskriptif bertujuan untuk memikirkan
pembuatan teori linguistik yang abstrak sebagai alat untuk menyelesaikan
deskripsi bahasa-bahasa tertentu dengan praktis dan sukses, dan tidak tentang
bahasa-bahasa individu sebagai sumber data untuk penyusunan teori umum bahasa.
Salah satu ciri dari aliran yang dipelopori oleh
Boas adalah relativisme. Menurut aliran itu tidak ada bahasa yang ideal, dimana
bahasa-bahasa yang sebenarnya lebih dekat atau agak jauh hubungannya. Boas
berusaha keras membantah aliran Romantisme abad XIX yang menganggap bahwa
bahasa adalah kerangka dari jiwa suatu bangsa, bahwa bangsa dalam arti
keturunan, bahasa dan kebudayaan adalah tiga masalah terpisah yang jelas
berjalan bersama-sama. Banyak sekali kasus yang sudah diketahui karena
perjalanan sejarah, yaitu adanya kelompok-kelompok yang termasuk dalam ras yang
sama berbicara dalam bahasa yang tidak ada hubungannya, atau satu bahasa
diucapkan oleh orang-orang dari berbagai ras yang berbeda, dengan cara yang
sama dari suatu kelompok atau rumpun bahasa termasuk dalam kelompok-kelompok
kebudayaannya berbeda, atau sebaliknya.
Kita telah tahu Saussure menyatakan bahwa suatu
bahasa menimbulkan suatu proses penyusunan yang arbitrer terhadap daerah bunyi
dan arti yang tersusun secara intrinsik. Boas menunjukkan bagaimana gejala ini
menimbulkan pemunculan yang salah dari keprimitifan dalam bahasa yang dalam
kenyataannya dapat dibandingkan dengan bahasa kita (Inggris). Karena sering
dalam abad XIX dirasakan bahwa sementara bahasa-bahasa Eropa menggunakan jumlah
yang sudah pasti dari bunyi-bunyi yang sudah tertentu, sedangkan bunyi-bunyi dalam
bahasa-bahasa primitive masih belum tetap dan bermacam-macam sehingga suatu
ketika mungkin saat ini diucapkan dengan bunyi yang berbeda dengan saat yang
lain. Dalam artikel linguistiknya yang pertama, pada tahun 1889 Boas
menjelaskan latar belakang keadaan itu. Pertama ialah karena mulut manusia
dapat membuat bunyi yang jumlahnya lebih dari alphabet yang ada dalam huruf
Romawi; jika suatu bahasa yang masih asing memiliki suatu bunyi yang terletak
diantara dua buah bunyi yang sudah dikenal bagi orang Eropa, maka orang
tersebut akan mendengar bunyi yang masih asing itu sebagai bunyi yang terletak
diantara kedua bunyi yang sudah dikenal tadi. Yang kedua, bahasa-bahasa yang
masih asing, seperti halnya bahasa-bahasa Eropa memiliki kelompok-kelompok
alofon yang berada dalam distributive komplementer (complementary
distribution), seperti bunyi [ Iw ] velar dan [ I ] biasa dalam RP
adalah dalam distribusi komplementer. Kita masing-masing telah mencoba
mengabaikan perbedaan-perbedaan diantara alofon-alofon dalam bahasa kita yang
perbedaannya dalam bahasa yang masih asing itu dapat kita lihat dari
perbedaannya yang bagi kita merupakan perbedaan fonemis, sehingga bahasa yang
masih asing itu kita terima sebagai rangkaian bunyi yang terpisah-pisah dengan
cara yang tidak rasional.
Seorang yang sekarang dianggap tokoh aliran
deskriptif ini yang karyanya lebih banyak dibaca daripada karya Boas sendiri
ialah Leonard Bloomfield (1887-1949). Leonard Bloomfield adalah kemenakan tokoh
ahli bahasa historis Amerika, Maurice Bloomfield. Buku yang menjadikannya ia
terkenal yaitu “Language” terbit pada tahun 1933. Bloomfield-lah yang menjadi
penggerak pertama untuk berdirinya Masyarakat Linguistik Amerika (Linguistics
Society of America) pada tahun 1914, tidaklah terlalu berlebihan apabila
dikatakan bahwa hasil teorinya berisikan inovasi yang berarti. Yang baru dalam
teori Bloomfield ialah adanya penekanan filosofis dalam status linguistik
sebagai sains (ilmu).
Bloomfield tidak hanya secara pasif dipengaruhi oleh
positivisme logika, tetapi menjadi tokoh aktif
bagi ide positivisme yang ditetapkan pada kajian tingkah laku manusia,
termasuk bahasa. Ia menyumbangkan artikel tentang Linguistics Aspect of Science
(1939) untuk jilid pertama International Encyclopedia of Unified Science, suatu
proyek dibawah editor Otto Neurath yang kemudian bertujuan untuk menyusun
rekonstruksi sistematis menurut prinsip positivisme mengenai dasar-dasar semua
pengetahuan manusia. Bagi Bloomfield, linguistik adalah cabang psikologi, dan
secara khusus cabang psikologi positivisme ini disebut behaviorisme.
Tentu saja ada kebaikan dan keburukan tentang
behavorisme. Tentang kebaikannya, behavorisme merupakan dasar untuk metode
ilmiah, yaitu suatu aturan yang menyatakan bahwa sesuatu yang dapat digunakan
untuk menerima atau menolak sesuatu teori ilmiah hanyalah fenomena yang dapat
diamati oleh orang lain atau bukan, katakanlah introspeksi atau intuisi
seseorang yang sebagian di antaranya tidak dapat dikalahkan oleh pemiliknya,
namun semuanya secara intrinsik bersifat pribadi bagi masing-masing individu
dan tidak dimiliki oleh individu yang lain. Dalam beberapa hal metodologi
behaviorisme lebih mudah diterima oleh ahli bahasa daripada oleh ahli
psikologi. Karena masalah bahasa lebih jelas daipada masalah psikologi seperti
emosi atau persepsi sehingga akan terdapat pertanyaan-pertanyaan yang tidak
dapat dijawab hanya dengan bukti-bukti yang dapat diobservasi saja.
Bagi Bloomfield, untuk menganalisis masalah arti
dalam satu bahasa ialah menunjukkan stimuli apa yang dapat menimbulkan ujaran
yang dapat diucapkan sebagai responnya, dan respon tingkah laku apa yang muncul
karena stimuli yang diberikan. Yang dimaksud oleh Bloomfield dengan stimuli
internal yang tidak jelas mengacu kepada kegiatan mental dengan nama lain atau
juga yang lain meskipun hanya berupa lambaian tangan dalam mempertahankan
sesuatu yang tidak dapat dipertahankan.
Ada satu yang sulit untuk membicarakan berbagai hal
tentang teori bahasa menurut aliran deskriptivisme. Suatu teori ialah sesuatu
yang memusatkan pada faktor-faktor yang konstan dalam serangkaian fenomena dan
mengabaikan sifat-sifat yang dimiliki oleh keadaan tertentu. Seseorang tak akan
terlalu menyimpang dari analisisnya terhadap suatu bahasa yang belum dikenal
bila ia memulainya dengan berasumsi bahwa struktur bahasa tersebut sangat mirip
seperti bahasa Inggris atau Latin, dan kebutuhan kaum deskriptivis ialah
mengatasi praduga yang diwarisinya tentang bagaimana bahasa itu sebenarnya dan
tidak membuat praduga yang baru.
Prinsip penyimpangan tak terbatas bukan hanya
pembaruan antara strategi heuristik dengan dalil teoritis. Bagi Boas bahasa
adalah ciptaan akal manusia dan bukan ciptaan lingkungan fisik, sehingga tidak
ada lagi pembatasan pada penyimpangan bahasa dari pembatasan dalam penyimpangan
imajinasi manusia. Sebagai contoh misalnya salah satu masalah dalam fonologi
bahasa Cina yang dibahas oleh Y.R. Chao dalam suatu artikel mengenai
“Ketidakunikan Pemecahan Fonemis tentang Sistem Fonetis” (The Non-Uniquiness of
Photonemic Solution of Phonetic System, 1934). Bahasa Cina Mandarin memiliki
bunyi frikatif alveolo-palatal [ ç ], dengan distribusi yang sangat terbatas,
yaitu terdapat di depan vokal depan tertutup [ i I y Y ]. Konsonan bahasa
Mandarin yang lain, misalnya [ p ], [ l ], dapat terletak di depan berbagai
vokal yang lain. Ahli bahasa deskriptivis yang menghadapi masalah ini akan
segera menyatakan bahwa [ ç ] mungkin merupakan salah satu alofon dari suatu
fonem yang secara keseluruhan mempunyai distribusi yang serupa dengan
distribusi konsonan yang selalu berubah-ubah , kemudian ia akan mencari-cari
bunyi konsonan lain yang mempunyai komplementer dengan [ ç ]. Misalnya ialah,
bahwa bahasa Mandarin tidak hanya memiliki satu alofon frikatif itu melainkan
ia mempunyai tiga macam konsonan yaitu frikatif alveolar, restroflek, dan velar
[ s ş x ] yang terjadi di depan semua vokal selain vokal depan tertutup.
Misalnya dalam kata [ sū ] “Soviet” berbeda dengan [ şū ] “buku” dan dengan [ x
ū ] “mengeluarkan nafas”, namun tidak terdapat bunyi*[ çū ], ada bunyi [ çī ]
“barat,” tapi tidak terdapat *[ sī ], *[
şī ], dan *[ xī ]. Jadi jadi kita tidak dapat menghubungkan secara fonemis [ ç
] dengan lebih dari satu di antara ketiga bunyi frikatif tersebut di atas,
karena bunyi-bunyi frikatif tersebut saling berlawanan.
Pandangan linguistik umum yang berfungsi sebagai
teknik dan bukan sekedar sebagai teori perlu dihargai karena telah mencerminkan
keinginan pihak ahli bahasa untuk membebaskan diri mereka dari kecurigaan
terhadap cirri-ciri bahasa yang diturunkan dari doktrin tradisional atau dari
sifat-sifat bahasa ibu mereka. Namun hal itu tidak begitu tampak dalam karya
sebagian sarjana selama masa-masa terakhir aliran deskriptif, yang tetap
berpegang pada pendapat bahwa informasi dalam linguistik adalah untuk
menyatakan prosedur yang dapat diterapkan untuk memperoleh tatabahasa yang
benar dari suatu bahasa.
HIPOTESIS SAPIR-WHORF
Apa yang dibicarakan dalam bab ini bukan merupakan
suatu aliran yang sangat terkenal baik secara geografis maupun secara kronologis,
tetapi merupakan suatu ide yang telah menarik perhatian para ahli bahasa dari
berbagai aliran dan bagi mereka yang belum banyak belajar tentang bahasa dalam
arti yang sesungguhnya. Menurut gagasan ini bahwa bahasa menghasilkan persepsi
realitas manusia, atau dunia yang ditempati manusia itu merupakan bentukan
linguistik, walaupun dalam satu bentuk atau yang lain sudah kuno, banyak
dihubungkan dengan nama-nama orang Amerika, seperti Edward Sapir dan Benyamin
Lee Whorf, khususnya dengan Whorf.
Dalam permasalahan yang dibahas dalam bab ini, Sapir
tidak berdiri sendiri. Munculnya nama Sapir dalam judul hipotesis Sapir-Whorf
barangkali disebabkan oleh fakta bahwa Whorf mengambil pendekatan yang umum
terhadap bahasa dari Sapir bukan karena Sapir sebagai pelopor yang kuat dalam
penyusunan hipotesis itu. Istilah hipotesis Sapir-Whorf itu diperkenalkan oleh
J.B. Carrol. Dalam bukunya yang terkenal, Sapir mengemukakan bahwa perbedaan
antara bahasa semata-mata merupakan perbedaan dalam modus untuk menyatakan pengalaman
umum, dan bukan mengacu ke perbedaan dalam pengalaman itu sendiri. Namun Sapir
mengubah pendiriannya. Untuk itu dapat dilihat pendapat Sapir berikut :
Makhluk
manusia tidak hidup sendiri di dunia yang sesungguhnya, dan juga tidak sendiri
di dalam kegiatan sosial sebagaimana kita ketahui, melainkan juga karena adanya
bahasa tertentu yang menjadi perantara ekspresi bagi masyarakat. Akan merupakan
suatu ilusi saja kalau menganggap bahwa seseorang menyesuaikan daripada
realitas tanpa menggunakan bahasa dan menganggap juga bahwa bahasa merupakan
suatu alat yang kebetulan dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan dalam
komunikasi atau pencerminannya. Fakta yang membenarkan hal itu ialah bahwa
“dunia yang sesungguhnya” terbentuk sebagian hal karena adanya kebiasaan
berbahasa dari kelompok-kelompok manusia. Tidak ada dua bahasa yang serupa
dianggap mewakili realitas sosial yang sama. Dunia tempat masyarakat yang
berbeda tinggal merupakan dunia-dunia yang berbeda dan bukan hanya merupakan
suatu dunia yang diberi cap berbeda.
Bahasa tidak hanya menunjuk pada pengalaman yang
sebagian besar diperoleh melalui bantuan bahasa, tetapi sesungguhnya bahasa
menentukan pengalaman bagi kita karena kelengkapannya yang formal dan karena
proyeksi kita yang tak sadar akan pengeterapan bahasa itu pada bidang
pengalaman kita. Kategori-kategori semacam hal jumlah (number), jenis kelamin (gender),
kasus (case), tense (waktu) tidak begitu saja terdapat dalam pengalaman kita
seperti karena adanya pendapat bahwa bentuk-bentuk linguistik ada karena
orientasi kita terhadap dunia.
Benjamin Lee Whorf, keturunan imigran Inggris abad
XVII ke Masachusets, merupakan seorang sarjana amatir yang brilian. Setelah
mendapat gelar dalam teknik kimia, ia memulai karirnya yang berhasil sebagai
inspektur pencegah kebakaran dalam suatu perusahaan di Hartford, Connecticut.
Walaupun ia mendapat berbagai tawaran jabatan di perguruan tinggi ia terus
melanjutkan pekerjaannya (Whorf belajar bahasa dari profesinya yang berpendapat
bahwa pandangan dunia ditimbulkan oleh adanya bahasa.
Whorf menyatakan bahwa hanya kategori gramatikal
tertentu saja dalam suatu bahasa yang memiliki tanda yang terbuka, misalnya
perbedaan antara “present” dengan “past tense” yang ditunjukkan oleh kata kerja
utama dalam bahasa Inggris. Selain itu ada juga kategori yang tersembunyi atau
oleh Whorf disebut kriptotipe. Sebagai contoh: Nama-nama kota dan daerah dalam
bahasa Inggris membentuk kriptotipe, karena walaupun nama-nama itu dari luar
mempunyai bentuk kata benda, namun kata-kata tersebut tidak dapat diubah
menjadi kata ganti bila terletak di belakang kata depan in, at, to, from. Orang
dapat mengatakan I live in it bila kata it mengacu pada frase that house atau
basement, tapi tidak dapat mengacu pada kata-kata seperti Kendal atau Bulgaria,
walaupun kalimat I live in Kendal atau I live in Bulgaria jelas betul. Whorf
menganggap bahwa kategori yang tersembunyi itu menggambarkan pembentukan
pandangan penuturnya, dengan alasan bahwa penggunaan tanda yang terbukadapat
dipelajari dalam hati, sedangkan kriptotipe dapat ditimbulkan secara tepat jika
kategori yang terkandung di dalamnya merupakan hal yang nyata bagi penuturnya.
Bahasa Hopi dapat dianggap sebagai yang tidak
memiliki waktu, bahasa ini tidak menganggap waktu sebagai dimensi linier yang
dapat diukur dan dibagi menjadi unit-unit seperti dimensi jarak, sehingga
bahasa Hopi tidak pernah meminjam istilah jarak untuk mengacu ke fenomena
sementara yang merupakan cara yang umum dalm bahasa Eropa, demikian juga bahasa
Hopi tidak pernah menyatakan seperti five days karena hari tidak sama seperti buah
apel yang dapat dimiliki satu atau lebih. Selanjutnya, bahasa Hopi tidak tidak
memiliki “tenses” seperti kebanyakan terdapat dalam bahasa Eropa. Bahasa Hopi
tidak memiliki kata untuk menyatakan “cepat,” sedangkan ekivalensi yang paling
dekat dengan kalimat Ia berlari cepat mungkin akan berbunyi Ia paling/sangat
lari. Jika suku Hopi dapat mengembangkan teori-teori ilmiah, maka menurut
Whorf, fisika modern akan jauh berbeda dengan apa yang ada sekarang, walaupun
mungkin sama-sama memuaskan bagi kita.
Max Black mengemukakan pendapatnya tentang keberatan
terhadap penafsiran pemikiran bahasa Hopi, ia menyatakan bahwa pendapat Whorf
di atas tidak dapat diuji kebenarannya, oleh karena itu tidak berisi apa-apa.
Ia berpendapat bahwa suku Hopi sebenarnya memiliki konsep waktu yang sama
seperti ia miliki, hanya saja menggunakan frasa yang berbeda untuk
menyatakannya. Mereka menggunakan he very runs untuk menyatakan He runs fast,
apa yang mereka maksudkan dengan kalimat itu sama saja dengan maksud kita.
Ada tanggapan keberatan yang dikemukakan oleh Black
di atas. Pertama ialah mungkin memang ada aspek tingkah laku orang Hopi yang
dapat diamati yang berhubungan dengan sikap hidupnya yang tidak mengenal
masalah waktu, bandingkan dengan Whorf. Penulis pernah membaca bahwa
orang-orang Indian di daerah pemukimannya di bagian barat daya Amerika Serikat
(sayang penulis tidak ingat apakah pemukiman itu ditujukan untuk suku Hopi
utamanya) mendapatka kesulitan dalam memperoleh pekerjaan bidang orang kulit
putih karena mereka tidak biasa menjadi langganan bis dan menempati jadwalnya,
kenyataan hal ini menjadi bukti untuk pendapat Whorf. Memang mereka yang
skeptis dapat menunjukkan bahwa sebagian orang Inggris pun dapat memiliki
masalah seperti itu, dan kita tidak dapat mengarahkan hal-hal ini sebagai
filsafat waktu yang tidak baku. Tapi bila para skeptif membantah bahwa
sebab-sebab orang Indian tidak mau dan bukan karena masalah yang berhubungan
dengan waktu, mungkin hal ini merupakan hal kebetulan yang tidak wajar dimiliki
oleh masyarakat yang enggan tadi dan yang juga berbahasa dengan memperlakukan
hal waktu secara tidak wajar.
Walaupun bukti yang independen hanya mendukung
sedikit saja pada pendapat Whorf, penulis yakin bahwa keberatan Black di atas
salah. Mungkin salah dalam menerima, yaitu karena adanya kata hipotesis dalam
teori Whorf, bahwa kata itu harus diinterpretasikan sebagai teori ilmiah yang
memungkinkan untuk diuji dengan data yang dapat diobservasi. Ludwig Wittgenstein
dalam tulisannya mengemukakan bahwa pendapat yang serupa dengan Whorf tentang
saling bergantung pendapat dan bahasa, Wittgenstein jelas hanya dapat menyuruh
agar teorinya dianggap benar, tapi tidak dapat menunjukkan mengapa demikian,
ironisnya sementara Black menyerang hipotesis Whorf yang tidak dapat diuji, ia
mendukung filsafat Wittgenstein yang tidak dapat diuji juga. Kelemahan Whorf
(walaupun buan Wittgeinstein) ialah karena ketidakmampuannya memberikan
perubahan pandangan dunia yang terjadi dalam lingkungan linguistik.
Seorang ahli antropologi Perancis Lucien Levy-Bruhl
(1857-1939) mengemukakan pndapatnya: dia tidak menganggap Bahasa Umum Standard
Eropa (Standard Average European) sebagai satu di antara berbagai macam konsep,
tetapi ia yakin bahwa pola berpikir semua manusia primitif serupa bila
dibandingkan dengan pola berpikir manusia yang beradap. Levy-Bruhl tidak
menyatakan bahwa perbedaan antara orang primitif dan beradap tajam sekali, tapi
perbedaan pikiran manusia menduduki perbedaan tempat dalam satu ukuran. Aspek
terpenting dari perbedaan tipe mental ialah masalah logika :menurut Levy –
Bruhl, pikiran primitive tidak mengenal hukum non-kontradiksi. Levy-Bruhl
menyatakan bahwa sebaliknya orang primitif meyakini kontrakdiksi itu karena masing
– masing pihak dimengerti apa adanya dan jelas.
Menurut penulis, penjelasan Levy – Bruhl untuk
penemuan seperti oleh von den Steinen tersebut kurang memuaskan, karena satu
hal bahwa hal semacam itu mudah saja dibalik-hadapkan dengan mentalitas orang
beradab.
Tidak ada artinya bagi kita untuk menyatakan bahwa
seorang primitif atau biadab ( siapapun juga ) yakin akan kontradiksi itu,
karena untuk meyakini teori apapun menurut pemahaman, dan untuk memahami
kontrakdiksi ialah harus mengetahui bahwa kontradiksi itu salah. Penulis tidak
menyatakan bahwa non den Steinen atau Levy – Buhrl salah paham dalam
menerjamahkan kata dari bahasa Baroro. Mungkin saja mereka menerjemahkan dengan
betul pernyataan dalam bahasa Baroro. Tapi teori Baroro adalah adalah teori
yang tidak mengikuti hal itu, seperti halnya teori kita bahwa penglihatan pada
intan tidak membuat kita berkesimpulan.
Penulis menyatakan bahwa hipotesis perihal di atas
kurang penting karena hal itu mengacu pada kategorisasi yang ditujukkan oleh
berbagai bahasa untuk fenonema yang konkrit dan dapat diamati, karena contoh
perbedaan seperti itu sudah banyak dikenal orang dan aspek hipotesis itu
dibantah lagi. Dan satu kesimpulan lagi bahwa warna merupakan bidang yang
sesuai dengan hipotesis Whorf, dan mungkin yang paling cocok. Warna merupakan
sifat yang paling mudah diamati daripada data indra.
Tidak semua bahasa memliki masing – masing kesebelas
warna universal ini ; bahasa yang memiliki kesebelas kata ini cenderung untuk
di golongkan sebagai bahasa dari perdaban yang tekhnologinya maju, sedangkan
suku – suku yang primitif memiliki nama – nama warna yang lebih sedikit. Berlin
dan Kay melanjutkan untuk menunjukkan bahwa ada pembentukan pola sehingga warna
universal itu termasuk di dalam sistem yang sederhana.
terima kasih banyak sdh memosting materi ini...sangat bermanfaat.. izin untuk dijadikan sumber nggeh...matur nuwun
BalasHapus